turbin air

turbin air

1.1.     Latar Belakang 
Tenaga air merupakan sumber daya terpenting setelah tenaga uap atau panas. Hampir 30%  dari seluruh tenaga di dunia dipenuhi oleh pusat-pusat listrik tenaga air. Jumlah seluruh potensi tenaga air yang bisa dimanfaatkan di seluruh dunia sejumlah 5.000 GW. Namun sampai  dengan sekarang, pemanfaatan air untuk tenaga listrik hanya sekitar 200 GW. Dengan demikian masih banyak potensi tenaga air yang harus digunakan untuk memaksimalkan energi yang ada.
Di Indonesia sendiri, pemanfaatan air sebagai pembangkit listrik masih sangat sedikit dibandingkan dengan negara lain. Indonesia mempunyai potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 70.000 mega watt (MW). Potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 6 persen atau 3.529 MW atau 14,2 persen dari jumlah energi pembangkitan PT PLN. Padahal Indonesia mempunyai banyak potensi untuk dikembangkan menjadi sumber pembangkit listrik tenaga air yang baru untuk memenuhi kebutuhan warga negara atas pasokan listrik untuk menjalankan aktifitasnya.
Selain itu, pembangunan pusat tenaga listrik bertenaga air ini juga didorong oleh krisis energi, terutama di bidang listrik, secara nasional. PLN sebagai perusahaan negara yang mengelola distribusi listrik ke banyak wilayah mengalami penurunan produkstifitas yang disebabkan oleh semakin sedikitnya pasokan listrik dari sumber-sumber pembangkit listrik. Sebab yang lain karena tidak  berimbangnya ketersediaan listrik dengan semakin tingginya permintaan konsumen atas listrik. Di Jawa Tengah sendiri mengalami defisit listrik sebanyak 130 MW. Oleh karena itu, listrik secara nasional harus mendapatkan perhatian secara khusus terutama dalam pemanfaatan sumber energi yang ada dan pembangunan sumber-sumber pembangkit listrik yang berpotensi.
Pemberlakuan sistem gilir (pemadaman listrik sementara) yang terjadi 2 (dua) kali dalam 1 (satu) bulan di Kabupaten Wonosobo dalam beberapa bulan yang lalu juga membuktikan bahwa Wonosobo sendiri juga tidak luput dari dampak adanya krisis energi listrik. Padahal Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu wilayah yang apabila ditinjau secara geografis merupakan daerah yang berpotensial untuk pembangunan beberapa sumber pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik tenaga air. Kabupaten Wonosobo juga mempunyai banyak sumber air yang menjadi sumber air bagi sungai-sungai, bahkan sungai besar di Propinsi Jawa Tengah, yang mengalir ke berbagai wilayah di Wonosobo dan sekitarnya.
Kabupaten Wonosobo sendiri mempunyai beberapa  sumber pembangkit listrik, antara lain PLTA Garung dan PLTP Dieng di Sikunang, yang terhubung secara interkoneksi (interconnected)  dengan beberapa pembangkit listrik yang berada di wilayah lain yang akan saling memberikan suplai ketika satu wilayah sedang mengalami kesulitan pasokan. Meskipun ada sebagian kecil pembangkit listrik tenaga air yang tidak terhubung sama sekali dengan pembangkit listrik yang lain (PLTA Tunggal/Mandiri) yang hanya mensuplai sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Wonosobo.
Dari 15 kecamatan yang ada di Wonosobo, ada 2 kecamatan yang tidak mendapatkan suplai listrik dari Kabupaten Wonosobo. Kedua kecamatan tersebut adalah Kecamatan Wadaslintang dan Kecamatan Kaliwiro. Kedua kecamatan ini mendapatkan suplai listrik dari Kabupaten Kebumen. 
Atas dasar tersebutlah, maka perlu direncanakan sebuah bangunan sebagai pusat listrik tenaga air yang terdiri dari bangunan penghimpun air dan bangunan yang mengalirkan air ke pusat instalasi listrik. Perencanaan bangunan ini akan memanfaatkan aliran Sungai Tulis di Kecamatan Sukoharjo yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara.

1.2.     Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka beberapa rumusan masalah dalam penyusunan perencanaan ini adalah :
a.       Kabupaten Wonosobo mempunyai banyak potensi tenaga air. Dengan demikian, bagaimana upaya yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya air yang melimpah di Kabupaten Wonosobo?
b.       Secara nasional terjadi krisis energi, terutama tenaga listrik, bahkan Kabupaten Wonosobo terkena imbasnya. Maka, bagaimana agar krisis listrik tersebut bisa dijawab.
c.        Dua kecamatan di Kabupaten Wonosobo yang tidak mendapatkan suplai listrik dari Kabupaten Wonosobo (Kecamatan Wadaslintang dan Kecamatan Kaliwiro) perlu untuk mendapatkan perhatian. Maka, bagaimana agar 2 (dua) kecamatan tersebut dapat disuplai dari kabupatennya sendiri.
d.       Bangunan pusat tenaga listrik yang dibangun bagaimana kemudian harus memenuhi standar perencanaan bangunan air yang telah ditetapkan.

1.3.     Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari perencanaan pusat listrik tenaga air ini adalah :
a.       Memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya air yang ada di Kabupaten Wonosobo.
b.       Diharapkan akan membantu Pemerintah dalam mengatasi krisis listrik yang sedang terjadi, terutama di Jawa Tengah yang mengalami defisit listrik sebanyak 130 MW. 
c.        Merencanakan pusat listrik tenaga air yang sesuai dengan standar bangunan air.
d.       Mendapatkan analisa perencanaan yang ekonomis, efektif dan efisien.
e.        Menerapkan ilmu yang sudah diperoleh di bangku kuliah.

1.4.     Pembatasan Masalah
Pada prinsipnya, dalam pelaksanaan perencanaan maupun pembangunan pusat listrik tenaga air pekerjaannya sangat kompleks. Pada tulisan ini hanya akan dibahas mengenai perhitungan serta kriteria-kriteria yang mendasari desain dari suatu bangunan pusat listrik tenaga air jenis bendungan. Pembahasan tersebut meliputi :
a.       Perhitungan penyediaan air dan kapasitas reservoir yang diperlukan.
b.       Kriteria yang mendasari desain dari bendungan, bangunan pelimpah dan bangunan pemasok air (intake).
c.        Perencanaan dari bangunan penyalur air (waterway).
d.       Perhitungan kapasitas daya dan pendapatan PLTA.
e.        Tinjauan mengenai perbedaan PLTA Tunggal (isolated) dengan PLTA dalam sistem jaringan interkoneksi (interconnected).

1.5.     Lokasi Perencanaan
Bangunan pusat pembangkit listrik tenaga air ini terletak pada Daerah Aliran Sungai Tulis yang berada pada :  
Desa             : Suroyudan
Kecamatan : Sukoharjo 
Kabupaten : Wonosobo




1.6.     Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun dalam 3 (tiga) bagian yang mencakup bagian pendahuluan, bagian pembahasan dna bagian penutup. Bagian pendahuluan terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran. Sedangkan bagian pembahasan terdiri dari studi pustaka, metodologi penelitian dan perencanaan. Sementara bagian penutup terdiri dari kesimpulan, saran serta daftar pustaka.
Tiga bagian tersebut akan disistematiskan dalam 7 (tujuh) bab, dengan susunan sebagai berikut :

BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan, Pembatasan Masalah, Lokasi Perencanaan dan Sistematika Penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang dasar-dasar perencanaan dari sebuah bangunan sebagai pusat tenaga listrik tenaga air dan kajian tentang kapasitas PLTA.
BAB III
METODOLOGI
Bab ini membahas tentang data-data yang harus didapatkan dalam perencanaan bangunan pusat listrik tenaga air dan bagaimana metode pengumpulan datanya.
BAB IV
KRITERIA PERENCANAAN PENYEDIAAN DAN BANGUNAN PENGHIMPUN AIR
Bab ini membahas tentang perhitungan kapasitas bendungan dan jumlah air yang dapat dihimpun, kriteria perencanaan bangunan penghimpun air yang terdiri dari bangunan bendung, bangunan pelimpah dan bangunan pemasok air.
BAB V
PERENCANAAN BANGUNAN PENYALUR AIR
Bab ini membahas tentang perencanaan dan desain dari bangunan penyalur air yang terdiri dari terowongan tekan, sumur peredam, pipa pesat dan blok angker.
BAB VI
TINJAUAN POTENSI PLTA
Bab ini membahas tentang kapasitas PLTA, tinjauan dari sistem jaringan terpisah atau tunggal (isolated) dengan system jaringan interkoneksi (interconnected) serta perhitungan pendapatan dan penerimaan PLTA.
BAB VII
PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan, saran dan kata penutup.





2.1.     Tinjauan Umum
Pembangkitan listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya yang dihasilkan adalah suatu persentase atau bagian hasil perkalian tinggi terjun dengan debit air. Oleh karena itu berhasilnya pembangkitan listrik dengan tenaga air tergantung dari usaha untuk mendapatkan tinggi terjun air yang cukup dan debit yang cukup besar secara efektif dan produktif.
Di hulu sungai di mana pada umumnya kemiringan dasar sungai lebih curam akan lebih mudah diperoleh tinggi terjun yang besar. Sedangkan di hilir sungai tinggi terjun rendah dan debit besar. Sebab faktor yang menentukan ukuran-ukuran dimensi bangunan tenaga air maupun peralatan mesin (mekanik) adalah debit air. Maka terjun tinggi dengan debit kecil akan memerlukan ukuran atau dimensi bangunan dan permesinan akan kecil. Sedangkan tinggi terjun rendah dan debit air yang besar akan memerlukan ukuran atau dimensi bangunan air dan mesin yang besar. Oleh karena itu bagian hulu sungai lebih ekonomis, sedangkan bagian hilirnya kurang ekonomis. 
PLTA yang didapatkan dari sebuah bendungan pada prinsipnya berfungsi untuk menyediakan tinggi tekanan yang cukup untuk membangkitkan tenaga listrik, antara muka air pada bagian yang disadap (intake) sampai dengan muka air yang keluar dari turbin dan kembali ke aliran sungai, serta menyediakan aliran air yang cukup dan konstan untuk waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu perlu disediakan waduk (reservoir) yang dapat menampung aliran air dari sungai agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Untuk PLTA jenis bendungan terdiri bagian-bagian berikut :
a.       Bendungan (dam) lengkap dengan pintu pelimpah air (spillway) serta bendung yang terbentuk di hulu sungai.
b.       Bagian penyalur air (waterway)
1)       Bagian penyadapan air (intake)
2)       Pipa atau terowongan tekan (headrace pipe/tunnel)
3)       Tangki pendatar atau sumur peredam (surgetank)
4)       Pipa pesat (penstock)
5)       Bagian pusat tenaga (power house) yang mencakup turbin dan generator pembangkit listrik
6)       Bagian yang menampung air keluar dari turbin untuk dikembalikan ke aliran sungai (tail race)
c.        Bagian elektromekanik, yaitu peralatan yang terdapat pada pusat tenaga (power station) meliputi turbin, generator, crane dan lain-lain.
d.       Bagian seradang hubung listrik (switch yard), bagian pusat pengatur (control room), trafo dan sebagainya.
Terdapat beberapa variasi jenis, susunan dan penggunaan dari bagian-bagian yang disebut di atas, tergantung dari bagaimana sistem PLTA tersebut direncanakan.

2.2.     Perhitungan Penyediaan Air Dari Debit Sungai
Penetapan kapasitas untuk suatu bendungan sungai biasanya disebut penelaahan operasi (operation study) dan merupakan suatu simulasi dari pengoperasian bendungan untuk suatu periode yang sesuai dengan seperangkat aturan yang ditetapkan. Suatu penelaahan operasi dapat dikerjakan berdasarkan interval tahunan, bulanan atau harian. Data bulanan paling umum dipergunakan, tetapi untuk sebuah bendungan besar yang menyimpan tampungan beberapa tahun, interval tahunan akan cukup memuaskan.
Perhitungan penyediaan air dari debit sungai untuk kebutuhan PLTA dapat dicari dengan 2 (dua) cara. Yaitu debit sungai untuk PLTA yang dibuatkan bendungan dan yang menggunakan aliran air sungai secara terbuka. Kedua metode tersebut adalah :
1.       Metode lengkung massa (Diagram Ripl) jika akan direncanakan dibangun bendungan.
Metode lengkung massa (Diagram Ripl) adalah gambaran kumulatif dari aliran masuk bersih ke dalam bendungan dan dapat digunakan untuk menetapkan besarnya produksi yang dapat diharapkan dari kapasitas bendungan. Sebelum menetapkan kapasitas bendungan, biasanya diperlukan penelaahan operasi yang terperinci untuk satu atau beberapa jangka waktu data[1].
2.       Metode pengambilan debit sungai 80% kering jika tidak direncanakan adanya bangunan bendungan.
Metode ini adalah dengan mengumpulkan debit sungai dari besar ke kecil dan dipilih debit terkecil sebesar 80%. Debit tersebutlah yang akan digunakan sebagai debit tetap untuk menggerakkan tubin. Jika ada debit yang berada di bawah nilai tersebut, maka biasanya diberlakukan sistem gilir atau pemadaman sementara atau dengan membeli (menerima pasokan) listrik dari pembangkit listrik yang lain untuk memenuhi kebutuhan listrik pada waktu debit air di sungai tidak mencukupi.

2.3.     Tinjauan Kapasitas PLTA 
Kapasitas PLTA adalah daya maksimum yang dapat dihasilkan oleh generator pada tinggi terjun air tertentu dengan aliran penuh. Besarnya daya yang dihasilkan merupakan fungsi dari besarnya debit sungai dan tinggi terjun air. Besarnya debit yang dipakai sebagai debit rencana, bisa merupakan debit minimum dari sungai tersebut sepanjang tahunnya atau diambil antara debit minimum dan maksimum, tergantung fungsi yang direncanakan PLTA tersebut.
Besarnya tinggi terjun air terikat pada kondisi geografis di mana PLTA tersebut berada. Panjangnya lintasan yang harus dilalui air dari bendungan ke turbin menyebabkan hilangnya sebagian energi air, energi air yang tersisa (tinggi terjun efektif) inilah yang menggerakkan turbin air dan kemudian turbin air ini yang menggerakkan generator. Besarnya daya yang dihasilkan juga tergantung dari efisiensi keseluruhan (overall efficiency) PLTA tersebut yang terdiri dari efisiensi hidrolik, yaitu perbandingan antara energi efektif dan energi kotor (bruto), efisiensi turbin dan efisiensi generator[2].
Dengan demikian besarnya daya yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
P = 9,8 . Q . h . η     (KW) 
…………………………………….........
(2.1)
Di mana :
Q             = debit air (m3/detik)
h              = tinggi terjun air efektif (m)
η              = efisiensi keseluruhan PLTA
Efisiensi keseluruhan PLTA didapatkan dari :
η = ηh x ηt x ηg
……………………………………………………...
(2.2)        
di mana :
ηh = efisiensi hidrolik
ηt = efisiensi turbin
ηg = efisiensi generator

2.4.     Bagian-Bagian Dari Bangunan Penghimpun Air
2.4.1.  Tampungan (reservoir atau waduk)
Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan (tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan[3]. Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume benda padat.
Permukaan genangan normal adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh kenaikan permukaan waduk pada kondisi operasi biasa. Untuk sebagian besar waduk, genangan normal ditentukan oleh elevasi mercu pelimpah atau puncak pintu pelimpah. Permukaan genangan minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila genangan dilepaskan pada kondisi normal. Volume simpanan yang terletak di antara permukaan genangan minimum dan normal disebut simpanan berguna. Air yang ditahan di bawah permukaan genangan minimum dan normal disebut simpanan mati.


2.4.2.  Bangunan Bendungan (dam)
Bendungan adalah salah satu bangunan air yang dibangun melintang sungai dengan fungsi suatu PLTA adalah untuk menahan aliran air hingga diperoleh tinggi terjun yang cukup besar sehingga yang akan menghasilkan daya penggerak turbin yang besar. Bendungan dapat dikonstruksikan dalam berbagai bentuk dan dari berbagai bahan. Berikut, diberikan contoh macam-macam bendungan  berdasarkan pada jenis dan bahan bangunan.
                     
2.4.3.  Bangunan Pelimpah
Bangunan pelimpah merupakan bangunan pengaman dari suatu bendungan, yang harus mempunyai kapasitas sedemikian sehingga mampu menyalurkan kelebihan air yang dialirkan sungai masuk bendungan pada waktu bendungan penuh atau permukaan air maksimum diperkirakan tanpa menimbulkan kerusakan pada bendungan itu sendiri.
Bentuk ambang pelimpah dan saluran pembawanya dibuat sedemikian sehingga air yang melalui pelimpah dapat tersalur dengan halus dan dengan turbulensi sekecil mungkin. Karena apabila luapan air terlepas dari permukaan pelimpah, maka akan terjadi ruang hampa pada titik perpisahan tersebut, sehingga terjadi kavitasi (peronggaan)[4]. Peristiwa kavitasi harus dihindari karena dapat membahayakan bendungan. Debit pelimpah dapat dihitung dengan rumus pelimpah pendek, yaitu :
Q = Cd . L . H3/2
…………………………………………………
(2.3)
Di mana :
Q                 = debit air yang melalui pelimpah (m3/detik)
Cd               = koefisien debit
L                 = panjang mercu (meter)
H                = tinggi tekanan di atas pelimpah (meter)
Besarnya koefisien Cd tergantung dari bentuk pelimpah, kekasaran pelimpah dan hubungan antara muka air hulu dan hilir dan biasanya berkisar antara 1,7 – 2,3 atau ditentukan dari hasil percobaan di laboratorium.
2.4.4.  Bangunan Pemasok Air (intake)
Bangunan pemasok air atau intake adalah suatu bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari bendungan ke dalam pipa tekan untuk kemudian disalurkan ke turbin. Intake pada suatu PLTA didesain untuk membawa air ke turbin dengan kehilangan energi sekecil-kecilnya. Maka perlu diperhatikan dalam perencanaan intake adalah kecepatan pada pintu pemasukan harus diusahakan sekecil mungkin. Hal ini untuk menghindari terbawanya partikel tanah dan pasir. Biasanya dibatasi antara 20 – 30 cm/detik[5].

2.5.     Bagian-Bagian Dari Bangunan Penyalur Air
Yang dimaksud dengan bangunan penyalur air adalah bangunan yang menghantarkan air sampai ke turbin. Bangunan penyalur air ini terdiri dari :
a.       Terowongan tekan,
b.       Sumur peredam,
c.        Pipa pesat,
d.       Blok angker.
2.5.1.  Terowongan Tekan
Dasar pertimbangan dalam pembuatan saluran adalah trase saluran yang paling sedikit mengakibatkan pemindahan tanah berupa galian dan timbunan. Trase yang demikian adalah yang mengikuti garis tinggi, sehingga merupakan garis yang panjang dan menyebabkan kehilangan energi yang besar. Untuk membuat lintasan yang lebih pendek, dibuat saluran dengan galian dalam atau terowongan. Selain memperpendek lintasan terowongan juga dapat menghindari kehilangan air akibat rembesan atau penguapan.
Dalam pembangkit listrik, umumnya terowongan dibuat bertekanan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengkonversi energi atau menghindari kehilangan tinggi energi yang besar. Pada terowongan tekan, untuk memperoleh kecepatan yang direncanakan tidak perlu lagi kemiringan saluran yang besar seperti pada saluran terbuka. Saluran dapat dibuat dengan kemiringan yang kecil atau datar, sehingga kehilangan tinggi energi tidak besar.
Bentuk penampang terowongan ada beberapa macam, namun yang umum digunakan sebagai terowongan tekan yaitu penampang dengan bentuk lingkaran dan bentuk tapal kuda (horse shoe)[6]. Pemilihan bentuk penampang tergantung pada kondisi tanah atau geologinya. Kondisi yang baik adalah batuan yang keras yang mampu menahan gaya-gaya yang bekerja pada terowong
Dalam perencanaan bentuk dan dimensi terowongan tekan harus diperhitungkan secara teknis dan ekonomis. Terowongan harus direncanakan untuk dapat menahan gaya-gaya yang ditimbulkan oleh tekanan tekanan dari dalam maupun luar. Dalam hal ini yang paling menentukan adalah kondisi geologi dari site rencana terowongan tersebut. Bagaimana kekuatan tanah atau batuannya, kondisi air tanah dan kedalaman dari permukaan tanah. Hal ini penting untuk menentukan besarnya gaya-gaya luar yang harus ditahan di samping tekanan air dari dalam, sehingga bisa dirancang konstruksi untuk perkuatannya. Biaya konstruksi dan kehilangan energi pada terowongan dibuat seminimal mungkin. Sebaiknya dibuat dengan diameter ekonomis.
Diameter ekonomis didapat dari perbandingan antara diameter pipa dengan besarnya cost dan kehilangan energi. Yang dimaksud cost di sini meliputi antara lain biaya konstruksi, berupa biaya penggalian (excavation) per m3 tanah, pelapisan (lining) yang besarnya tergantung dari jenis pelapisannya (steel lining atau concrete lining) dan biaya untuk konstruksi perkuatan, ditambah biaya operasi dan pemeliharaan (O dan M). Biaya operasi dan pemeliharaan biasanya ditentukan sebesar sekian persen dari biaya konstruksi. Semakin kecil diameter terowongan, semakin kecil juga cost yang diperlukan. Tapi kehilangan energi semakin besar. Demikian juga sebaliknya, semakin besar diameter terowongan, semakin besar juga cost yang diperlukan. Tapi kehilangan energi semakin kecil. Jadi diameter ekonomis adalah diameter optimum, di mana pada diameter tersebut besarnya cost dan kehilangan energi minimum (lampiran diagram grafik mencari diameter ekonomis pipa)[7].
Kehilangan energi pada terowongan tekan disebabkan oleh 2 (dua) hal. Yaitu kehilangan energi akibat gesekan (primer) dan kehilangan energi akibat turbulensi (sekunder) pada pemasukan, pengeluaran dan belokan-belokan dan katub atau pintu serta perubahan penampang saluran.
a.       Kehilangan energi akibat gesekan (primer)
Besar kehilangan energi akibat gesekan (hf) dapat dihitung dengan persamaan Darcy – Weisbach, yaitu :



λ              = koefisien gesekan
L              = panjang saluran (meter)
v              = kecepatan air di saluran (m/s)
D             = diameter saluran (m)
g              = gaya gravitasi bumi (m2/detik)
b.       Kehilangan energi sekunder
Kehilangan energi sekunder ini terdiri dari :
-          Kehilangan energi pada pemasukan (he)

Ke adalah koefisien kehilangan energi pada pemasukan
-          Kehilangan energi pada belokan (hb)
-          Kehilangan energi pada katup atau pintu (hg)Kb adalah koefisien kehilangan energi karena belokan



Dengan demikian total kehilangan tinggi energi (ht) yang terjadi pada terowongan tekan adalah :
ht = he + hf + hb + hg

Besarnya kehilangan tinggi energi ini dihitung sebagai kehilangan produksi listrik per tahun. dengan memasukkan harga listrik per-KWH, maka dapat dihitung besarnya kehilangan produksi yaitu sebesar :
9,8 x Q x ht x T x harga listrik per Kwh


T = lama pengoperasian per tahun (jam)
Untuk menekan besarnya kehilangan energi, maka dilakukan upaya untuk memperkecil yaitu dengan cara :
a.       Pelapisan dan penghalusan (lining) permukaan saluran,
b.       Memperbesar profil saluran,
c.        Menghindari kemungkinan belokan-belokan dan perubahan profil.
Terowongan tekan sebaiknya dibuat dalam 2 (dua) saluran. Dengan maksud apabila salah satu terowongan tekan membutuhkan perbaikan, terowongan yang lain masih sapat bekerja menyalurkan air ke turbin sehingga produksi listrik tidak terhenti.
2.5.2.  Sumur Peredam
Sumur peredam adalah konstruksi yang berfungsi mengurangi tekanan yang berlebihan yang diakibatkan oleh pukulan air, disamping sebagai reservoir untuk memenuhi kebutuhan air yang meningkat tiba-tiba sekaligus mengurangi tekanan negatif yang terjadi. Konstruksi ini diletakkan pada terminal terowongan tekan, sehingga memungkinkan mengurangi tekanan air yang terjadi pada terowongan tekan dan pipa pesat. Seandainya kondisi geologi memungkinkan, sumur peredam dapat digali di dalam batuan di atas terowongan tekan tersebut.
Sistem kerja sumur peredam adalah sebagai berikut :
-          Pada saat beban listrik berkurang, maka kebutuhan air untuk menggerakkan turbin juga berkurang. Katub akan menutup secara otomatis, sehingga air yang mengalir tertahan. Hal ini menimbulkan tekanan sepanjang saluran. Tekanan tersebut disalurkan ke sumur peredam yang mempunyai permukaan air bebas. Hal ini menyebabkan naiknya permukaan air pada tangki peredam. Permukaan air pada tangki akan berayun sampai berhenti karena gesekan.
-          Sebaliknya kalau beban kerja turbin bertambah, maka debit air juga meningkat. Pada awal perubahan ini, peningktan kebutuhan air tersebut dipenuhi dari air sumur peredam sampai debit air dari waduk mengalir konstan.
Dalam perencanaan sumur peredam, baik pemilihan lokasi maupun dimensinya harus mempertimbangkan faktor-faktor geologi, topografi, hidrolik, geometri saluran pembawa, sistem pengoperasian turbin dan faktor ekonomis dengan kriteria sebagai berikut :
-          Sumur peredam harus mempunyai ketinggian yang cukup sehingga air tidak meluap saat permukaan air pada sumur peredam naik atau pada saat debit berkurang tiba-tiba.
-          Sumur peredam harus terisi air setiap saat, guna mencegah masuknya udara ke dalam terowongan.
Jadi untuk menentukan tinggi sumur peredam perlu dihitung elevasi air maksimum dan minimum pada sumur peredam. Untuk menentukan elevasi air maksimum pada sumur peredam didasarkan pada kondisi di mana pada saat elevasi air pada bendungan maksimum, terjadi pengurangan muatan. Sedang untuk elevasi air minimum pada sumur peredam diperoleh dari kondisi saat permukaan air pada bendungan minimum, terjadi penambahan muatan. Untuk menghitung elevasi maksimum dapat digunaan metode Calame-Gaden[8] dan untuk elevasi minimum dengan rumus Vogt’s.
Sebelum menentukan tinggi sumur peredam, terlebih dahulu dicari diameter sumur. Luas penampang sumur berpengaruh pada tinggi sumur yang dibutuhkan. Semakin besar diameter sumur, semakin kecil tinggi sumur yang diperlukan. Untuk menentukan diameter minimal sumur peredam dipakai rumus Thoma, yaitu :
(n)
…………………………………………….
(2.10)
Di mana :
Ath   = lu       = panjang terowongan tekan (m)
A                     = luas penampang terowongan (m2)
c                      = total headloss dibagi dengan velocity
n                     = angka keamanan, untuk smumur peredam sederhana diambil
   sebesar 1,25


Pipa tekan yang dipakai untuk mengalirkan air dari tangki atas (head tank) atau langsung dari bangunan ambil air disebut pipa pesat (penstock). Fungsi dari pipa pesat adalah sebagai alat pengantar air ke turbin, jadi syaratnya harus rapat atau kedap air dan harus kuat menahan atau mengimbangi tekanan air dalam pipa.
Pada ujung permulaan pipa pesat ini disediakan katub (valve) untuk menutup aliran air dalam pipa dan mengosongkannya. Pada suatu PLTA sederhana dan kecil, katub di permulaan pipa pesat hanya satu, yaitu katub tangan (manual operated valve) dan pipa PLTA yang besar di samping katub tangan tersebut juga dilengkapi dengan katub otomatis.
Selanjutnya di depan pipa pesat dipasang saringan untuk menghindarkan masuknya benda-benda yang tidak diinginkan ke dalam pipa dan terus ke turbin yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan.
Macam-macam bahan dari pipa pesat adalah :
a.       Pipa pesat dari kayu
b.       Pipa pesat dari baja
c.        Pipa pesat dari beton bertulang
d.       Pipa pesat dari aluminium
e.        Pipa pesat dari baja dengan beton bertulang (pipa golang) atau pipa Prof. Ir. Soedijatmo[9]

Gambar 2.2 Skema pipa pesat Prof. Sedijatmo
Untuk perencanaan PLTA dengan pipa golang, yang terdiri dari 2 (dua) buah pipa yang terbuat dari pipa baja corten (tahan karat) dengan tebal 2 mm. dengan dibungkus beton bertulang, tulangan dan beton setempat, tempat sesuai tekanan air setempat, serta komposisi beton keseluruhan 1 pc : 1,5 pasir : 2,5 batu pecah. Pipa-pipa dengan panjang 6 meter dilas di tempat , kemudian dipasang dan bagian yang dilas harus diperiksa.
Pipa pesat dari baja dan beton bertulang mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       Beton hanya menahan tekanan dari luar saja (tekanan negatif), jadi tidak menahan tekanan tarik.
b.       Agar kedap/rapat air dan gesekan kecil, maka dibuat suatu mantel dari baja yang tahan karat (cortan steel).
c.        Sebagian besar tegangan tarik tangensial dipikul oleh tulangan-tulangan cincin (tulangan beton).
d.       Beton di antara mantel dan tulangan cincin hanya bekerja sebagai pengisi.
e.        Untuk memperbesar koefisien las dari cincin, maka sambungan tulangan cincin jangan diletakkan pada satu garis (koefisien las praktis dapat dianggap = 1).
f.        Sebagai perkuatan mantel dan mantel dapat terpegang lebih baik oleh beton, maka diberi rib-rib besi kanal (I atau C) pada jarak tertentu melingkari mantel.


Kehilangan energi (headloss) yang terjadi pada pipa pesat adalah sebagai berikut :
a.       Kehilangan valve tinggi energi pada katub (hg). Kehilangan ini dicari dengan persamaan (2.7).
b.       Kehilangan tinggi energi karena perubahan penampang (he)
Besarnya kehilangan tinggi energi pada perubahan penampang dipengaruhi oleh panjangnya peralihan (daerah transisi) serta sudut peralihan. Untuk mencari koefisien kehilangan energi pada peralihan dapat digunakan grafik koefisien kehilangan energi pada perubahan profil.
…………………………………………………
(2.12)
Ke adalah koefisien kehilangan tinggi energi karena perubahan penampang
c.        Kehilangan tinggi energi pada belokan (bends) (kb). Kehilangan ini dapat dicari dengan persamaan (2.6). Kehilangan energi ini tergantung dari sudut belok pipa.
d.       Kehilangan tinggi energi karena gesekan (hf). Kehilangan energi ini dapat dicari dengan persamaan (2.4)
e.        Kehilangan tinggi energi pada pengeluaran
………………………………………………...
(2.13)
Ko adalah koefisien kehilangan tinggi energi pada pengeluaran
Dengan demikian, total kehilangan tinggi energi (ht) pada pipa pesat adalah :
ht = hg + hb + ht + ho + hf  
……………………………….......
(2.14)
2.5.4.  Blok Angker
Fungsi blok angker adalah untuk memegang pipa pesat pada tanah pondasi, agar titik perpotongan sumbu pipa pesat tidak bergerak (pipa pesat harus tetap dapat bergerak axial). Umumnya diletakkan pada tiap-tiap sudut atau belokan pipa pesat dan pada pipa pesat yang lurus pada jarak > 100 meter. Pelana (saddle atau sochell) dipasang pada sela blok angker dengan jarak 6 – 12 meter. Jadi keduanya menyangga berat pipa dan air. Blok angker dapat dibuat dari :
a.       Pasangan batu bata
b.       Pasangan batu pecah/kali
c.        Beton bertulang
Pada skema perencanaan ini digunakan blok angker yang terbuat dari beton bertulang.
Sambungan pada pipa pesat dapat di atas, di bawah atau di tengah. Sambungan di atas sangat menguntungkan bagi blok angker dan soal pemsangan (montage) lebih mudah yaitu dari bawah ke arah atas dari tempat turbin. Jadi setelah sampai, maka tidak terjadi apa-apa, karena kolam pengumpul atau bendungan sangat luas. Pada sambungan ini diperhitungkan gaya pada blok angker. Sifat-sifat dari tanah atau batu pondasi adalah sangat penting bagi stabilitas blok angker (tegangan tanah harus cukup kuat menahan gaya-gaya)
Syarat kestabilan pada blok angker adalah resultan gaya-gaya yang bekerja pada blok angker harus terletak pada inti (1/3 bagian tengahnya). Beban-beban yang bekerja pada blok angker ini adalah berat sendiri dari pipa pesat yang terdiri dari berat beton dan berat baja serta berat air yang melewati pipa pesat.
Sedangkan gaya-gaya yang bekerja pada blok angker adalah 
:3.1.     Tinjauan Umum
Dalam merencanakan sebuah bangunan seperti PLTA harus diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Faktor teknis yang perlu diperhatikan adalah : hidrologi, morfologi, topografi, data tanah dan pelaksanaan.
Perencanaan PLTA ini ditentukan berdasarkan pada kapasitas yang ingin dihasilkan. Kapasitas tersebut ditentukan oleh ketersediaan debit air sungai yang tersedia dan tinggi terjun efektif yang direncanakan. Melalui analisa hidrologi dapat ditentukan besarnya debit yang dibutuhkan.

3.2.     Data Teknis
Beberapa data teknis yang dibutuhkan adalah :
1.    Data topografi
Digunakan untuk mengetahui kondisi lapangan yang akan direncanakan PLTA. PLTA terletak di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo. Perencanaan PLTA ini masuk dalam Daerah Aliran Sungai Tulis yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara. Panjang Sungai Tulis ini adalah 14 km di mana hilir sungai bertemu dengan aliran Sungai Serayu di perbatasan antara kedua kabupaten tersebut.
Daerah yang akan direncanakan PLTA merupakan daerah perbukitan sehingga cukup ekonomis untuk dibangun bendungan di daerah tersebut. Bangunan penyalur air dibuat sedemikian rupa tanpa terpengaruh oleh topografinya yang berbukit dan diperoleh tinggi terjun yang diinginkan. Data topografi yang digunakan adalah Kecamatan Sukoharjo.
  1. Data hidrologi
Data hidrologi menyangkut data debit air dari Sungai Tulis yang akan mempengaruhi perencanaan dari besarnya air yang dapat dihimpun dan kapasitas bendungan yang akan direncanakan. Untuk mendapatkan data debit air Sungai Tulis diambil dari laporan harian dari bulan ke bulan dari stasiun pengukuran bendung Limbangan yang ada di Kabupaten Banjarnegara.
Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 – 2009. dengan demikian diharapkan akan didapatkan data yang cukup memadai sebagai data untuk menghitung debit minimum yang dapat dihimpun oleh suatu bendung dan desain dari bangunan penghimpun air sendiri.
  1. Data guna lahan (landuse)
Data ini dipakai untuk mengetahui tata guna lahan di sekitar perencanaan bangunan PLTA. Data ini bisa mencegah beberapa konflik dan pembengkakkan biaya untuk pembebasan lahan apabila berada di wilayah pemukiman.
  1. Data tentang listrik di Wonosobo
Data ini digunakan sebagai analisis dan pembanding dengan hasil perencanaan daya yang akan dihasilkan oleh PLTA. Selain untuk mengetahui berapa besar daya yang dihasilkan oleh beberapa pembangkit listrik yang ada di Wonosobo. Data ini akan digunakan sebagai acuan dalam mengetahui tingkat defisit listrik yang terjadi di Jawa Tengah. 
Besarnya daya terpasang                                  
Besarnya daya tersambung di Wonosobo     
Besarnya konsumsi listrik di Wonosobo         
Besarnya defisit listrik di Jawa Tengah           
Sedangkan di Wonosobo sendiri, dari 14 kecamatan yang ada, 2 di antaranya (Kecamatan Wadaslintang dan Kaliwiro) tidak disuplai dari Wonosobo, tetapi dari Kabupaten Kebumen.  Sehingga ini bisa menjadi bahan pertimbangan perlunya pembangunan pusat listrik di daerah yang dekat dengan kedua kecamatan tersebut.
Data-data di atas didapatkan dari kantor pelayanan PLN Ranting Wonosobo dan kantor Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa – Bali Region Jateng – DIY Unit Pelayanan Transmisi Purwokerto Base Camp Wonosobo.


3.3.     Penentuan Lokasi Bendungan Dan PLTA
Dalam menentukan lokasi PLTA, harus diperhatikan beberapa kriteria umum. Krieria umum tersebut adalah :
  1. Bendung dibangun di leher sungai yang akan menyebabkan biaya pembangunan bendung menjadi lebih efisien dan efektif.
  2. Topografi pada lokasi bendung yang diinginkan.
  3. Hidrologi sungai harus diperhatikan untuk mengetahui karakteristik aliran sungai dan debit air banjir.
  4. Jenis material sedimentasi.

3.4.     Metode Pengumpulan Data
Data maupun keterangan yang didapat dikumpulkan dari beberapa metode. Metode-metode tersebut adalah :
  1. Metode interview
yaitu dengan mengadakan kegiatan tanya jawab dengan pihak yang ada di ahli di bidangnya dan mengetahui keobjektifan data. Misalnya dari Dinas Pekerjaan Umum, pelaksana PLN, Dinas Badan Perencanaan Daerah, Dinas Badan Pertanahan Nasional dan lainnya.  
  1. Observasi
Yaitu dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dengan cara pengamatan langsung.
  1. Studi dokumentasi
Yaitu dengan mempelajari buku atau dokumen yang berhubungan dengan perencanaan PLTA ini.
3.5.     Analisis dan Perhitungan
Analisis dan perhitungan beserta acuannya dalam perencanaan Pusat Listrik Tenaga Air Sungai Tulis ini adalah sebagai berikut :
a.       Perhitungan kapasitas waduk dan jumlah air yang dapat dihimpun
Data hidrologi yang didapatkan yaitu data bulanan dari debit air aliran Sungai Tulis selama rentang waktu 2001-2009. Data tersebut kemudian akan dibuat dalam lengkung massa untuk menentukan kapasitas waduk dan pengambilan tetapnya dengan metode Diagram Ripl. Diagram tersebut akan dikerjakan dengan program Microsoft Excel 2007.
b.       Penentuan lokasi bangunan penyalur air ke turbin
Penentuan lokasi ini akan sangat ditentukan oleh peta topografi dan kontur yang didapatkan. Dari peta ini juga akan ditentukan panjang saluran dan derajat kemiringannya. Data ini akan dikerjakan dengan perbandingan skala yang tertera dalam peta.
c.        Perhitungan dimenasi dari bangunan-bangunan penyalur air dari reservoir menuju ke turbin
Berdasarkan pada analisa terhadap debit air yang ada, akan ditentukan berapa jumlah pengambilan tetap dari tampungan untuk dapat menggerakkan turbin. Debit pengambilan tersebut kemudian akan mempengaruhi berapa dimensi dari masing-masing bangunan penyalur air. Penentuan lokasi ini juga mengacu kepada Peraturan Beton bertulang Indonesia tahun 1971.
d.       Perhitungan kehilangan tinggi energi yang terjadi di masing-masing bangunan penyalur air
Beberapa factor yang akan mempengaruhi besarnya kehilangan tinggi energi antara lain :
-          Pemilihan material,
-          Tingkat kemiringan,
-          Panjang saluran,
-          Debit air yang melalui bangunan penyalur.
kehilangan tinggi energi tersebut akan mempengaruhi tingkat tinggi terjun efektif dari air. Sehingga akan mempengaruhi kapasitas listrik yang akan dihasilkan. 
e.        Perhitungan kapasitas PLTA
Perhitungan kapasitas dari PLTA yang dihasilkan didapatkan dari hasil perkalian antara tinggi terjun efektif yang ada, debit air yang melewati pipa penyalur air ke turbin dan efisiensi dari PLTA. Hasil dari perhitungan kapasitas PLTA ini kemudian akan dibandingkan dengan data tentang listrik di Wonosobo yang didaptkan agar dapat dinilai sejauh mana perencanaan PLTA ini dapat menjawab persoalan yang dihadapi di bidang energi listrik yang sedang terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar