Proses minimum (minimally processed) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan
dan penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alaminya dan lebih mudah
digunakan oleh konsumen. Tujuan utama proses minimum produk hortikultura adalah
mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur
simpan produk memadai untuk areal konsumen tertentu. Penyiapan dan penanganan
produk tersebut meliputi pembersihan (cleaning),
pencucian (washing), trimming/peeling, coring, slicing, shredding, dan pengkemasan. Beberapa
istilah digunakan untuk process minimum produk hortikultura, seperti proses
ringan (lightly processed), proses sebagian
(partially processed), proses segar (fresh processed), dan proses awal (preprepared).
Berkembangnya
proses minimum produk hortikultura disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan
produk buah-buahan dan sayuran segar yang lebih mudah untuk digunakan maupun
dikonsumsi. Beberapa contoh produk proses minimum yang dijumpai di pasaran
adalah potongan buah yang dikemas (satu jenis maupun campuran), durian yang
sudah dikupas, kentang yang sudah dikupas dan dipotong-potong, potongan
sayuran, bawang putih yang sudah dikupas, dan produk lainnya. Produk proses
minimum banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan, rumah makan cepat saji (salad
dan buah-buahan), dan jasa catering. Meningkatnya permintaan akan produk
hortikultura segar memberi pengaruh pada meningkatnya pasar akan produk proses
minimum.
Proses
minimum berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk hortikultura,
sehingga diperlukan teknik-teknik penanganan proses minimum untuk memperpanjang
umur simpan produk. Untuk penigkatan sanitasi, penyiapan, dan penanganan
produk hortikultura dengan proses minimum memerlukan pengetahuan mengenai ilmu
dan teknologi pangan, dan fisiologi pasca panen.
* Disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Keuntungan Ritel Produk
Hortikultura Segar Melalui Praktek Penanganan Pascapanen dan Keamanan Pangan
yang Baik. Jumat, 21 September 2007, Fakultas Teknologi Pertanian Unud, Kampus
Bukit Jimbaran, Bali.
** Staf Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Unud. E-mail: nsantara@ftp.unud.ac.id, Telp/Fax.: 0361-701801
PRILAKU FISIOLOGIS
Secara umum,
proses minimum meningkatkan laju proses metabolisme akibat kerusakan produk
segar tersebut. Kerusakan
fisik atau luka akibat penanganan meningkatkan respirasi dan produksi etilena,
dan bersamaan dengan itu akan meningkat pula laju reaksi-reaksi biokimia
lainnya yang memnyebabkan perubahan warna (browning),
flavor, tekstur, dan mutu gizi (seperti hilangnya vitamin). Makin banyak luka
yang terjadi akibat proses, maka respon fisiologis produk semakin tinggi.
Pengendalian terhadap luka-luka akibat proses merupakan kunci untuk
menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Pengaruh memar dan luka akibat
proses terhadap respon fisiologis dapat dikurangi dengan mendinginkan produk
sebelum proses. Pengendalian suhu yang ketat setelah proses juga dapat
menurunkan aktivitas metabolisme akibat perlukaan selama proses. Ketajaman
pisau yang digunakan pada pemotongan produk juga berpengaruh terhadap aktivitas
metabolisme produk setelah dipotong-potong.
Jenis
enzim yang paling penting dalam proses minimum produk hortikultura adalah
polifenol oksidase yang menyebabkan browning.
Enzim lain yang juga penting adalah lipoksidase. Enzim ini mengkatalis proses
peroksidasi yang menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa aldehida dan keton
yang mempunyai aroma yang tidak sedap. Akibat proses minimum juga terjadi
peningkatan produksi etilena yang berperan pada kerusakan fisiologis dari
potongan buah-buahan, seperti terjadi pelembekan daging buah.
Dengan
proses minimum, aktivitas respirasi produk meningkat 20% sampai 700% atau lebih
tergantung jenis produk, cara pemotongan, dan suhu. Apabila produk dikemas pada
kondisi anaerob, maka akan terjadi respirasi anaerob yang menyebabkan
terbentuknya etanol, keton dan aldehida. Contoh perubahan
laju respirasi pada kubis utuh dan yang diiris dapat dilihat pada Gambar 1.
PERUBAHAN MIKROBIOLOGIS
Secara ekologis
produk hortikultura (buah-buah dan sayuran) merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan berbagai jenis mikroflora, namun biasanya tidak termasuk jenis patogen
terhadap manusia. Pada buah-buahan yang utuh, daging buah aman untuk dikonsumsi
setelah dikuliti, karena permukaan kulit buah merupakan bagian yang secara
fisik maupun kimia dapat berfungsi sebagai pelindung dari kontaminasi mikroorganisme.
Pada bagian kulit yang rusak, karena kondisi yang asam, biasanya dapat
ditumbuhi oleh bakteri dan jamur tahan asam yang merupakan mikroorganisme
pembusuk. Kondisi asam tersebut akan mencegah tumbuhnya bakteri patogen. Pada
sayuran segar, mikroorganisme yang ada didominasi oleh organisme yang bersumber
dari tanah.
Walaupun
disimpan pada suhu rendah, beberapa strain bakteri pektinolitik dari Pseudomonas dapat tumbuh pada sayuran
yang menyebabkan lembek (kerenyahan menurun). Pada suhu dan kandungan CO2
dalam kemasan yang meningkat selama penyimpanan akan memberi peluang untuk
tumbuhnya jenis bakteri asam laktat. Beberapa jenis bakteri yang dipantau distribusinya
pada wortel potong yang disimpan pada kondisi vakum dan kemasan biasa (ada
udara)
Beberapa bakteri pathogen, seperti Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, Salmonella spp., dan Aeromonas hydrophyla, dapat bertahan
hidup pada penyimpanan suhu rendah. Namun demikian, proses minimum buah-buahan
relatif lebih aman dibandingkan dengan jenis makanan lain karena umumnya
buah-buahan cukup asam untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen.
Mikroorganisme pembusuk dari golongan psikrofilik yang normal tumbuh pada
produk buah-buahan mempunyai keuntungan untuk menekan pertumbuhan bakteri
patogen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar