Masyarakat merupakan etnis Jawa dengan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan, tetapi saat ini bahasa Indonesia juga sering digunakan. Secara umum masyarakat beragama Islam dengan budaya Jawa yang masih kental. Kelompok-kelompok agama banyak tersebar di sekitar kawasan kajian.
Kelompok masyarakat yang ada pada kawasan ini sangat beragam. Contohnya kelompok masyarakat penambang pasir, kelompok masyarakat Kinahrejo, kelompok masyarakat Turi, kelompok masyarakat petani anggrek, kelompok masyarakat peternak, kelompok masyarakat Pelem, kelompok masyarakat Kali Adem dan lain-lain.
Secara umum mata pencaharian masyarakat adalah petani dan peternak. Di lereng bagian atas petani bercocok-tanam dengan sistem ladang yang mengandalkan air hujan sehingga pada umumnya jenis tanaman yang ditanam adalah palawija, ketela dan buah-buahan seperti pisang dan nangka. Sebagian lainnya, terutama di daerah utara dan barat daya yang airnya melimpah, para petani menanam sayuran dan daerah tersebut menjadi salah sentra sayuran untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Petani yang tinggal di lereng bagian bawah bercocok-tanam dengan mengolah sawah. Sedangkan peternakan yang dikembangkan oleh masyarakat adalah peternakan sapi, terutama sapi perah dan kambing. Peternak di bagian utara memelihara sapi perah sedangkan di bagian timur dan sebagian selatan serta tenggara beternak ikan darat (empang).
Meskipun secara umum masyarakat desa target adalah petani dan peternak, tetapi tiap wilayah (Turi, Cangkringan dan Pakem) memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Masyarakat Cangkringan hampir seluruhnya bergantung pada peternakan, terutama sapi perah. Dalam sehari produksi susu yang dihasilkan mencapai 20-30 liter per sapi per hari dengan nilai jual susu per liternya adalah Rp 2.000,00 (FGD 3 dan 4, 2008). Dari pendapatan inilah mereka mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Sebelum tahun 1990an, masyarakat bergantung pada hasil ladang dan sapi potong atau sapi jawa sebagai hewan peliharaan, tetapi sejak adanya program sapi perah mereka beralih pada peternakan sapi perah. Adanya peralihan ini berdampak cukup signifikan terhadap kondisi kawasan Gunung Merapi, sebab jumlah pakan rumput yang diambil dari kawasan menjadi lebih banyak. Sapi perah lebih banyak membutuhkan pakan rumput daripada sapi potong atau sapi jawa. Setiap harinya, seekor sapi perah membutuhkan rumput 30-40 kg, sedangkan sapi ptong atau sapi jawa tidak membutuhkan sebanyak itu. Akan tetapi dengan adanya peralihan ke peternakan sapi perah, tingkat ekonomi masyarakat meningkat. Masyarakat yang tadinya tidak memiliki pendapatan tetap tiap harinya menjadi memiliki pendapatan tetap dari penjualan susu. Oleh karena itu perkembangan peternakan sapi perah di wilayah ini cukup pesat, selain itu banyak bantuan dari pemerintah yang diberikan untuk memacu peternakan tersebut. Perekonomian masyarakat juga berasal dari pertambangan pasir, meskipun hanya didaerah tertentu saja. Pada daerah ini (Glagaharjo, Kepuharjo) terdapat mendapat aliran lahar dingin yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tambang pasir.
Masyarakat Turi hampir seluruhnya adalah petani salak. Proses pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah hampir sama dengan yang di Cangkringan. Bila Cangkringan yang dikembangkan adalah sapi perah, maka di Turi yang dikembangkan adalah salak pondoh. Salak ini dikembangkan mulai tahun 1980an dengan maksud meningkatkan perekonomian masyarakat yang tadinya hanya berladang palawija. Adanya salak cukup mengangkat perekonomian masyarakat. Salak dapat dipanen sepanjang tahun dan pada waktu tertentu dipanen dalam jumlah yang sangat besar. Ketika panen raya (bulan Desember-Januari), masyarakat dapat memperbaiki kehidupan ekonominya meskipun saat ini nilai penjualan tidak terlalu tinggi. Saat ini nilai penjualan salak per kg mencapai Rp 2.500,00 dan jumlah salak yang dipanen tiap harinya mencapai 30-40 kg. Tetapi berkembangnya pertanian salak juga memberikan dampak buruk yaitu banyaknya lahan yang dikonversi menjadi lahan salak, termasuk daerah penangkap air. Dengan demikian debit air jauh berkurang bila dibandingkan 10-20 tahun yang lalu. Saat ini debit air berkurang hingga sepersepuluhnya (FGD 1).
Masyarakat Pakem merupakan masyarakat yang lebih sering berhubungan dengan orang luar. Hal ini disebabkan adanya objek wisata yang berkembang cukup bagus di wilayah ini (objek wisata Kaliurang). Dengan adanya objek wisata ini masyarakat di dekat objek wisata cenderung berbisnis dengan membuka warung atau penginapan. Bila dibandingkan dengan kedua wilayah lainnya, masyarakat di wilayah ini lebih plural begitu pula dengan sumber perekonomiannya. Tingkat perekonomian masyarakat Pakem lebih beragam, ada yang berdagang, bertani, beternak, buruh, penambang pasir, karyawan bahkan banyak pula pendatang yang turut meramaikan di wilayah ini.
Pada kawasan target terdapat dua koperasi ternak yang cukup besar yang cakupan wilayahnya meliputi hampir seluruh kawasan target. Koperasi ini menangani pengumpulan susu, penjualan susu dan simpan pinjam bagi anggotanya. Pengelolaan pakan ternak belum menjadi salah satu aspek kajiannya.
Jelas tergambarkan disini bahwa perekonomian masyarakat sangat bergantung pada keberadaan kawasan ini, maka bila terjadi kerusakan kawasan, merekalah orang yang pertama kali merasakan akibatnya. Oleh karena itu masyarakat memiliki potensi untuk dilibatkan dalam menjaga dan melindungi kawasannya.
Dari sisi budaya, terdapat beberapa tradisi yang masih dipraktekkan sebagai bagian dari keseharian hidup masyarakat. Tradisi ini antara lain adalah upacara Labuhan dan Suronan. Pendapat tokoh adat masyarakat masih diperhatikan dan diikuti oleh masyarakat sekitar kawasan.
Secara historis Gunung Merapi terhubung secara integral dengan Keraton Yogyakarta. Kawasan ini masih menjadi tempat pelaksanaan beberapa kegiatan keraton seperti Labuhan dan sampai saat ini keraton masih memiliki petugas yang menjaga Gunung Merapi. Secara umum masyarakat sekitar memandang Gunung Merapi memiliki nilai mistis.
Kelompok masyarakat yang ada pada kawasan ini sangat beragam. Contohnya kelompok masyarakat penambang pasir, kelompok masyarakat Kinahrejo, kelompok masyarakat Turi, kelompok masyarakat petani anggrek, kelompok masyarakat peternak, kelompok masyarakat Pelem, kelompok masyarakat Kali Adem dan lain-lain.
Secara umum mata pencaharian masyarakat adalah petani dan peternak. Di lereng bagian atas petani bercocok-tanam dengan sistem ladang yang mengandalkan air hujan sehingga pada umumnya jenis tanaman yang ditanam adalah palawija, ketela dan buah-buahan seperti pisang dan nangka. Sebagian lainnya, terutama di daerah utara dan barat daya yang airnya melimpah, para petani menanam sayuran dan daerah tersebut menjadi salah sentra sayuran untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Petani yang tinggal di lereng bagian bawah bercocok-tanam dengan mengolah sawah. Sedangkan peternakan yang dikembangkan oleh masyarakat adalah peternakan sapi, terutama sapi perah dan kambing. Peternak di bagian utara memelihara sapi perah sedangkan di bagian timur dan sebagian selatan serta tenggara beternak ikan darat (empang).
Meskipun secara umum masyarakat desa target adalah petani dan peternak, tetapi tiap wilayah (Turi, Cangkringan dan Pakem) memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Masyarakat Cangkringan hampir seluruhnya bergantung pada peternakan, terutama sapi perah. Dalam sehari produksi susu yang dihasilkan mencapai 20-30 liter per sapi per hari dengan nilai jual susu per liternya adalah Rp 2.000,00 (FGD 3 dan 4, 2008). Dari pendapatan inilah mereka mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Sebelum tahun 1990an, masyarakat bergantung pada hasil ladang dan sapi potong atau sapi jawa sebagai hewan peliharaan, tetapi sejak adanya program sapi perah mereka beralih pada peternakan sapi perah. Adanya peralihan ini berdampak cukup signifikan terhadap kondisi kawasan Gunung Merapi, sebab jumlah pakan rumput yang diambil dari kawasan menjadi lebih banyak. Sapi perah lebih banyak membutuhkan pakan rumput daripada sapi potong atau sapi jawa. Setiap harinya, seekor sapi perah membutuhkan rumput 30-40 kg, sedangkan sapi ptong atau sapi jawa tidak membutuhkan sebanyak itu. Akan tetapi dengan adanya peralihan ke peternakan sapi perah, tingkat ekonomi masyarakat meningkat. Masyarakat yang tadinya tidak memiliki pendapatan tetap tiap harinya menjadi memiliki pendapatan tetap dari penjualan susu. Oleh karena itu perkembangan peternakan sapi perah di wilayah ini cukup pesat, selain itu banyak bantuan dari pemerintah yang diberikan untuk memacu peternakan tersebut. Perekonomian masyarakat juga berasal dari pertambangan pasir, meskipun hanya didaerah tertentu saja. Pada daerah ini (Glagaharjo, Kepuharjo) terdapat mendapat aliran lahar dingin yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tambang pasir.
Masyarakat Turi hampir seluruhnya adalah petani salak. Proses pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah hampir sama dengan yang di Cangkringan. Bila Cangkringan yang dikembangkan adalah sapi perah, maka di Turi yang dikembangkan adalah salak pondoh. Salak ini dikembangkan mulai tahun 1980an dengan maksud meningkatkan perekonomian masyarakat yang tadinya hanya berladang palawija. Adanya salak cukup mengangkat perekonomian masyarakat. Salak dapat dipanen sepanjang tahun dan pada waktu tertentu dipanen dalam jumlah yang sangat besar. Ketika panen raya (bulan Desember-Januari), masyarakat dapat memperbaiki kehidupan ekonominya meskipun saat ini nilai penjualan tidak terlalu tinggi. Saat ini nilai penjualan salak per kg mencapai Rp 2.500,00 dan jumlah salak yang dipanen tiap harinya mencapai 30-40 kg. Tetapi berkembangnya pertanian salak juga memberikan dampak buruk yaitu banyaknya lahan yang dikonversi menjadi lahan salak, termasuk daerah penangkap air. Dengan demikian debit air jauh berkurang bila dibandingkan 10-20 tahun yang lalu. Saat ini debit air berkurang hingga sepersepuluhnya (FGD 1).
Masyarakat Pakem merupakan masyarakat yang lebih sering berhubungan dengan orang luar. Hal ini disebabkan adanya objek wisata yang berkembang cukup bagus di wilayah ini (objek wisata Kaliurang). Dengan adanya objek wisata ini masyarakat di dekat objek wisata cenderung berbisnis dengan membuka warung atau penginapan. Bila dibandingkan dengan kedua wilayah lainnya, masyarakat di wilayah ini lebih plural begitu pula dengan sumber perekonomiannya. Tingkat perekonomian masyarakat Pakem lebih beragam, ada yang berdagang, bertani, beternak, buruh, penambang pasir, karyawan bahkan banyak pula pendatang yang turut meramaikan di wilayah ini.
Pada kawasan target terdapat dua koperasi ternak yang cukup besar yang cakupan wilayahnya meliputi hampir seluruh kawasan target. Koperasi ini menangani pengumpulan susu, penjualan susu dan simpan pinjam bagi anggotanya. Pengelolaan pakan ternak belum menjadi salah satu aspek kajiannya.
Jelas tergambarkan disini bahwa perekonomian masyarakat sangat bergantung pada keberadaan kawasan ini, maka bila terjadi kerusakan kawasan, merekalah orang yang pertama kali merasakan akibatnya. Oleh karena itu masyarakat memiliki potensi untuk dilibatkan dalam menjaga dan melindungi kawasannya.
Dari sisi budaya, terdapat beberapa tradisi yang masih dipraktekkan sebagai bagian dari keseharian hidup masyarakat. Tradisi ini antara lain adalah upacara Labuhan dan Suronan. Pendapat tokoh adat masyarakat masih diperhatikan dan diikuti oleh masyarakat sekitar kawasan.
Secara historis Gunung Merapi terhubung secara integral dengan Keraton Yogyakarta. Kawasan ini masih menjadi tempat pelaksanaan beberapa kegiatan keraton seperti Labuhan dan sampai saat ini keraton masih memiliki petugas yang menjaga Gunung Merapi. Secara umum masyarakat sekitar memandang Gunung Merapi memiliki nilai mistis.