Penamaan emas latakan (placer-gold) menunjukkan adanya kehadiran emas yang bersifat sekunder, dimana pembentukannya terkait dengan proses-proses transportasi dan sedimentasi melalui media fluida. Di alam, emas sekunder tersebut dijumpai dalam wujud emas berbentuk bijih/butiran, terperangkap pada lapisan sedimen yang umumnya bersifat lepas yang dikenal sebagai endapan aluvial. Terdapat dua tipe endapan aluvial yang mana keduanya dapat berperan sebagai pembawa emas[1]. Tipe pertama adalah endapan aluvial yang terbentuk karena sistem arus purba, sering kali memiliki teras sungai hingga 80 meter di atas dasar sungai. Sedang tipe kedua adalah endapan endapan aluvial yang dibentuk oleh sistem arus masa kini (recent), dengan teras sungai hanya beberapa meter dari dasar sungai yang ada.
Jenis penambangan untuk emas latakan dikenal sebagai penambangan emas latakan atau umumnya disebut juga sebagai penambangan hidraulik (hydraulic mining) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
Sejauh ini khususnya di Indonesia belum ada kesepakatan pemahaman mengenai pengertian tambang rakyat, walaupun begitu sejumlah literatur menunjukkan bahwa kegiatan tambang rakyat pada pertambangan emas (baik emas primer maupun emas sekunder) di sejumlah negara, dapat dikelompokkan menjadi[2] :
1. Artisanal, yaitu penamaan yang ditujukan bagi individu/orang yang melakukan kegiatan penambangan emas secara manual semata-mata dengan menggunakan dulang.
2. PSSK, pertambangan skala sangat kecil (very small-scale mining)
3. PSK, pertambangan skala kecil (small-scale mining)
Pada kelompok 2 dan 3, kegiatan penambangan rakyat ini sudah mulai menggunakan peralatan mekanik. Perbedaan antara keduanya adalah pada skala produksi, kegiatan dan peralatan yang digunakan. Sedang untuk kelompok 1, kegiatan penambangan rakyat ini memilki sejumlah ciri antara lain dengan[3],[4] :
- Obyek tambang umumnya merupakan sisa atau cadangan yang kecil
- Bergerak dengan modal yang kecil/pas-pasan
- Umumnya menyerap tenaga kerja yang banyak
- Miskin akses ke pasar dan rendah akan pelayanan sarana pendukung
- Memiliki standard keselamatan dan kesehatan yang rendah
- Memiliki dampak yang berarti terhadap lingkungan
Hampir sebagian besar penambang yang masuk pada kelompok 1 dan 2, ditinjau secara aspek legalitas beroperasi secara illegal[5],[6] (Manaf, M., 1999, Zulkarnain, I., 2007), terkait dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Selanjutnya pengelompokan kegiatan penambangan di atas akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan selanjutnya terutama berkaitan dengan perubahan lingkungan yang terjadi karena aktivitas penambangan di daerah Bombana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar