Emosi yang ada pada diri kita dapat berakibat fatal jika tidak dikendalikan dengan baik. Ia seperti api yang sanggup menghanguskan akal sehat. Emosi juga bagaikan air bah yang mampu menghanyutkan seluruh pengharapan kita. Hanya dalam hitungan menit, orang yang melampiaskan emosinya tanpa kendali dapat menghancurkan karirnya yang telah dibangun seumur hidupnya. Perceraian, keretakkan rumah tangga, permusuhan, pada umumnya dipicu oleh emosi yang tidak terkendali. Dan agama dalam hal ini mengajarkan kita bagaimana mengendalikan emosi.
Mengapa Tuhan menciptakan emosi yang dapat membuat kerusakan? Bukankah emosi itu lebih banyak menjerumuskan kita kepada kehidupan yang lebih rendah? Untuk mengendalikan emosi dibutuhkan keseimbangan rasional. Justru manusia itu menjadi mulia disisi Tuhan karena ia memiliki emosi. Malaikat menjadi baik itu wajar, karena ia tidak mempunyai emosi. Karena itulah Allah memilih manusia untuk menjadi khalifah diatas muka bumi ini. Khalifah adalah wakil Tuhan atau representasi Tuhan dimuka bumi. Marilah kita renungkan, betapa hambar dan gersangnya kehidupan ini tanpa adanya emosi. Kalau tidak ada emosi mungkin tidak akan pernah ada cinta. Kalau tidak ada cinta, maka takkan pernah ada kehidupan. Emosi ada posistifnya, juga ada negatifnya. Emosi diciptakan agar kita dapat menikmati hidup. Kenikmatan hidup itu adalah suasana batin yang emosional. Tanpa adanya emosi, manusia tak lebih hanyalah bagaikan robot. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, itulah sebabnya semua makhluk Allah taat ketika Allah memerintahkannya untuk sujud kepada manusia (Adam) kecuali iblis. Iblis tidak mau sujud kepada manusia karena cemburu dan iri hati. Iblislah makhluk pertama yang membantah perintah Allah.
Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan. Orang yang bisa menguasai dirinya melebihi seorang pemenang. Yang bisa melembutkan hati dan jiwa itu adalah shalat tahajud. Semakin banyak tahajudnya akan membuat sesorang semakin lembut dan emosi positiflah yang akan aktif didalam dirinya. Kalau kita tidak pernah bangun malam untuk shalat tahajud maka emosi negative itu yang akan bersarang di dalam benak kita, emosional, pemarah, meledak-ledak, seolah-olah tidak ada rem didalam dirinya.
Jadi, cara untuk men-service batin kita adalah dengan memperbanyak puasa, juga tahanuts dan tahajud di malam hari. Ini adalah pengalaman para sufi, orang arif bijaksana. Hampir semua ayat, baik ayat-ayat al-Quran, Taurat, Zabur, dan Injil, kebanyakan diterima di malam hari. Para pengarang kitab-kitab besar seperti Imam Syafi’I, Imam al-Ghazali, Ibnu ‘arabi, Imam Malik, dan Abu Hanafiah, pada umumnya mereka itu produktifnya di malam hari, karena di malam hari itu ada peluang untuk memperoleh ilmu laduni.
Berikanlah waktu siang hari kepada orang lain, tapi waktu malam hari berikanlah khusus untuk Allah. Di siang hari kita ber-hablumminannas dan di malam hari kita ber-habluminallah. Paling nikmat kita menjadi hamba untuk bermunajat adalah di malam hari, dan paling tepat kita menjadi khalifah adalah di siang hari. Paling nikmat kita melakukan ibadah mahdhah dimalam hari, sedangkan ibadah muamalah (sosial) dilakukan disiang hari. Berdoa juga paling bagus di malam hari, karena perjalanan spiritual seorang hamba itu lebih cepat di malam hari ketimbang di siang hari. Karena itulah Allah memperjalankan Nabi Muhammad dalam Isra Mikraj itu di malam hari. Sebetulnya waktu tidur itu sudah cukup kira-kira 3 hingga 4 jam sehari.
Rasulullah mengajari kita bahwa waktu beribadah itu adalah dimalam hari. Karena itulah, hampIr semua shalat fardhu dan shalat sunat itu dimalam hari (maghrib, isya, tahajud, witir, tarawih, fajar, qabliah subuh, dan shalat subuh). Shalat fardhu yang disiang hari hanya shalat zuhur dan ashar. Mengapa lebih sedikit? Karena Allah tahu, sesungguhnya waktu yang paling baik untuk shalat itu bukalah siang hari, melainkan malam hari. Rasanya lebih mudah khusyuk dan mengucurkan air mata dimalam hari ketimbang siang hari.
Cara mengendalikan emosi itu antara lain dengan menumbuhkan sikap tawadu (rendah hati) di hadapan Allah. Tidak ada pengendalian emosi tanpa ada rasa tawadu. Emosi itu pada umumnya karena didikte dan dipicu oleh egoisme diri sendiri. Orang yang egois itu sesungguhnya melakukan pengingkaran kecil terhadap Allah. Yang seharusnya mempunyai sifat al-Mutakabbir (sombong – egois) itu hanyalah Allah. Egois adalah hak prerogatif Tuhan. Siapapun yang meniru Tuhan dalam egoisme adalah melanggar. Kita adalah hamba, maka sudah sepantasnya kita ini bertawadu. Kalau kita angkuh, hal itu berarti kita sudah meniru sifat Tuhan yang menjadi hak prerogatif-Nya itu.
Tidak semua emosi adalah konotasinya negatif dan tidak semua rasio itu positif. Jika rasio kita gunakan untuk mendekati Tuhan, maka Tuhan akan semakin jauh dari kita. Ketika kita mengucapkan takbiratul ihram “Allahu Akbar” disaat shalat, maka lipatlah dan tinggalkan dunia ini dibelakang kita, sedangkan yang ada dihadapan kita hanyalah Allah Swt. “Ya Allah, malam ini hanya khusus untuk Engkau.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar