PELAKSANAAN PUTUSAN MPR OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Tidak semua negara membedakan atau memisahkan fungsi Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Dalam sistem ‘common law’, tidak dirasakan keperluan semacam itu. Tetapi, dalam sistem ‘civil law’ seperti di negara kita, dimana produksi undang-undangnya banyak sekali, maka keberadaan lembaga pengawal konstitusi yang tersendiri di samping dan di luar MA adalah suatu keniscayaan. UUD suatu negara merupakan cermin kehendak seluruh rakyat yang berdaulat, sedangkan UU hanyalah kehendak politik para Wakil Rakyat bersama-sama dengan Pemerintah. Meskipun mereka adalah institusi-institusi yang dipilih oleh rakyat dan karena itu mencerminkan suara mayoritas rakyat, tetapi jika UU yang bersangkutan dibentuk dengan cara ataupun berisi norma-norma yang bertentangan dengan UUD, maka MK sebagai lembaga pengawal UUD diberi kewenangan untuk menyatakannya tidak mengikat untuk umum.

Dibentuknya Mahkamah ini juga dimaksudkan agar tersedia jalan hukum untuk mengatasi jikalau timbul persoalan-persoalan yang terkait dengan hasil pemilihan umum yang oleh seluruh umat manusia dewasa ini diakui sebagai pilar mekanisme yang utama dalam sistem demokrasi modern. Jika timbul perselisihan pendapat mengenai perhitungan suara di antara peserta pemilu dengan pihak penyelenggara pemilu yang independen, MK bertindak sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir untuk memberikan putusan yang final dan mengikat mengenai hal itu. Melalui mekanisme peradilan demikian, perbedaan pendapat mengenai hasil pemilu tidak berubah menjadi konflik politik, melainkan dikelola secara objektif dan rasional sebagai sengketa hukum yang diselesaikan secara hukum pula. Karena itu, kepada semua peserta pemilu, kami telah berulang-ulang menyerukan, manfaatkanlah keberadaan mekanisme peradilan konstitusional yang disediakan oleh UUD negara kita ini dengan sebaik-baiknya dengan cara yang setepat-tepatnya, dan manakala pada saatnya putusan final dan mengikat telah dijatuhkan, maka terimalah putusan itu sebagai solusi final dengan segala rasa hormat dan sikap tunduk, sesuai dengan hasrat kita untuk mewujudkan prinsip hukum sebagai panglima. Dengan cara demikian, kita akan terus membangun tradisi negara konstitusional yang kuat, dimana perikehidupan politik, ekonomi dan sosial senantiasa bergerak dinamis dalam rambu-rambu dan koridor hukum dan konstitusi.



Sebagai negara hukum, UUD negara kita juga menentukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden sebagai pemimpin negara menjalankan kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar. Presiden dan Wakil Presiden diidealkan sebagai teladan dalam sikap tunduk dan taat kepada hukum. Mereka dipilih langsung oleh rakyat karena memenuhi syarat untuk menjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden. Jikalau Presiden dan/atau Wakil Presiden melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat menurut UUD, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usulan DPR setelah mendapatkan putusan hukum Mahkamah Konstitusi. 



 partai politik, merupakan sarana agar UUD sebagai hukum tertinggi dapat dikawal dan diawasi pelaksanaannya dalam dinamika penyelenggaraan kegiatan bernegara, yaitu melalui peradilan tingkat pertama dan terakhir mengenai perkara-perkara (i) pengujian konstitusionalitas undang-undang, (ii) sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara, (iii) perselisihan hasil pemilihan umum, (iv) pembubaran partai politik, dan (v) tuntutan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kelima kewenangan itulah yang diberikan oleh UUD kepada Mahkamah Konstitusi.

Sekia kian da trima kasih bagi yang melihat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar