Shiraathal Ladzina An ‘Amta ‘Alaihim

Jalan lurus dan benar itu ialah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah. Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang mendapat nikmat itu ialah para Nabi dan Rasul, atau orang-orang yang mempunyai pendapat atau kepercayaan yang sama dengan pendapat atau kepercayaan para Nabi dan Rasul.

Seluruh Nabi dan Rasul itu mengajarkan ajaran yang sama. Semuanya mengajarkan tauhid bahwa Tuhan itu Maha Tunggal, yaitu Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah. Semuanya mengajarkan kepercayaan terhadap malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi, kiamat dan akhirat. Diutusnya para Nabi dan Rasul membawa Kitab-kitab dan ajaran dari Allah itulah nikmat yang terbesar dan terpenting bagi manusia. Jika tidak ada para Nabi dan Rasul, niscaya mereka akan jatuh martabatnya sampai ketingkat hewan bahkan lebih rendah lagi. Manusia yang beriman dengan risalah yang dibawa para Nabi dan rasul itulah manuisa yang paling beruntung. Seballiknya mereka yang tidak percaya dan menolak ajaran para Nabi dan rasul itulah manusia yang paling celaka.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan musyrik akan masuk ke neraka jahanam, mereka kekal didalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya (QS. Al Bayyinah (98) 6-8)

Salah satu makna yang tercakup dalam pengertian “beribadah” adalah melayani. Melayani Tuhan berarti melayani orang lain dalam kebajikan. Meminta pertolongan kepada Allah, realisasinya adalah saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Beribadah kepada Allah harus konkret, bukan semata-mata tindakan ritual. Memohon pertolongan kepada Allah harus berupa tindakan nyata, bukan hanya berdoa sambil berpangku tangan, tetapi harus disertai dengan ikhtiar maksimal. Ternyata beribadah, memohon petunjuk dan memohon pertolongan Allah juga melibatkan orang lain, bukan sendirian. Petunjuk jalan lurus bagi diri sendiri tidak ada gunanya bila orang lain berada di jalan yang sesat. Kita merasa tenang tetapi tetangga kelaparan, hal itu akan menimbulkan kekacauan. Jalan yang lurus adalah jalan yang bisa menampung berbagai pihak tanpa bertabrakan satu sama lainnya. Al Shirath adalah jalan yang mudah dilalui, yaitu Islam, jalan yang haq, yaitu agama yang suci, alami dan tidak berlebih-lebihan. Jalan yang lurus adalah jalan keselamatan bersama, jalan yang penuh keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.


Beberapa contoh tentang makna jalan yang lurus :
Allah memberi petunjuk kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menyelamatkan Bani Israil, seperti pada QS.Ash-Shaaffaat (37):118, “Dan Kami tunjuki keduanya jalan yang lurus”. Nabi Musa dan Harun tidak melakukan perlawanan fisik kepada Fir’aun, tidak melakukan pemberontakan, tidak menghasut orang-orang Israel, tetapi beliau mengambil jalan damai. Musa mengajak mereka meninggalkan Mesir menuju daerah yang lebih aman. 

Nabi Isa juga demikian, dengan ajaran cinta kasihnya mengambil jalan lurus! Beliau mengajak orang-orang Israel keluar dari kehidupan yang materialistis dan kekakuan hukum 

Nabi Muhammad yang membawa manusia dari kehidupan biadab jahiliah, kehidupan yang gelap, menuju kehidupan yang terang benderang 

Al Quran adalah kitab yang memberi petunjuk manusia kejalan yang lurus, yang mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, sehingga sampai kepada keselamatan dunia dan akhirat. Semua kitab suci termasuk Al-Quran barulah sebatas peta untuk menemukan jalan yang lurus, dan siapa saja yang ingin mendapat petunjuk haruslah membuka hatinya, dan aktif berkomunikasi dengan Allah melalui ibadah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Jika hanya sekedar membaca huruf-hurufnya saja, niscaya tidak akan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus, bagaikan seorang anak kecil yang membaca kitab tanpa mengerti maknanya. 

Jalan yang lurus juga berarti agama yang benar, yaitu agama Nabi Ibrahim, agama Tauhid. Ibrahim yang mencari Tuhan melalui pemahaman alam semesta sehingga menemukan Tuhan yang tidak hilang seperti matahari, bulan, bintang dan benda-benda lainnya seperti patung yang menjadi sesembahan orang tuanya. Ibrahim yang tetap santun dan tidak durhaka kepada orang tuanya walaupun mereka menyuruhnya menyembah berhala. Jalan hidup yang dilaluinya disebut jalan yang benar, jalan yang lurus, atau agama yang lurus. 

Para Rasul, para utusan Tuhan adalah mereka yang berada diatas jalan lurus, seperti tersebut dalam surah Yasin (36):4, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah salah seorang rasul dan berada diatas jalan yang lurus. 

Hidup ini tidak selamanya mulus. Masalah datang silih berganti dari yang ringan sampai yang berat, sehingga manusia perlu mencari petunjuk jalan pemecahannya. Disadari atau tidak disadari bahwa hidup ini bergerak menuju Tuhan, menuju al Haqq, kebenaran Absolut. Jalan yang lurus yang terbentang di hadapan manusia itu akan tampak jelas, apabila hati manusia dalam keadaan tenteram, dan jiwa manusia dalam suasana tenang, rela dan direlakan. Semuanya itu dapat tercapai jika manusia mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Allah-lah yang membimbing manusia ke jalan yang lurus, jalan keselamatan dunia-akhirat, jalan kebahagian hakiki. Bila setiap saat kita merasakan kehadiran-Nya, maka petunjuk ke jalan yang lurus akan terus mengalir tak henti-hentinya. Allah pasti memberi petunjuk jalan yang lurus kepada hamba-Nya yang dihendaki-Nya bila hamba tersebut menghendaki petunjuk.

Dan barangsiapa yang mematuhi Allah dan Rasul, maka mereka itu bersama orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan para saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah anugerah dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui
(QS. An-Nisa (4) 69-70)

Jalan yang lurus dan jalan yang benar itu ialah jalan yang ditempuh, dijalani atau digariskan oleh orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah. Orang-orang yang diberi kenikmatan dan mendapat anugerah dari Allah ada empat macam yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para saleh. Dan yang disebut kenikmatan itu bukanlah harta benda duniawi, tetapi kenikmatan spiritual. Dan mereka yang mematuhi Allah dan Rasul niscaya akan hidup bersama-sama dengan mereka dalam keadaan surgawi. Yaitu ikut mencicipi kenikmatan yang diberikan kepada mereka.

Shalihin, orang saleh adalah orang yang melakukan hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. 

Syuhada adalah orang-orang yang menjadi saksi atas kebenaran. Pengertian lain sesuai hadis adalah mereka yang meninggal di jalan Allah, meninggal karena penyakit, meningal karena kecelakaan, meninggal karena melahirkan, meninggal karena tenggelam. Atau orang-orang yang rela berkorban demi kesejahteraan bersama, rela mengorbankan harta dan jiwanya demi menegakkan kebenaran..

Shiddiqin adalah orang-orang yang berbuat kebenaran, manusia cerdas yang memiliki komitmen terhadap kesejahteraan manusia. Prinsip hidup mereka bukan lagi untung-rugi tetapi ketulusan hati. Contohnya adalah sahabat Nabi yaitu Abubakar Shiddiq, yang merelakan seluruh hartanya untuk Islam, menemani Rasulullah di gua Tsur, membela Rasulullah dengan segenap jiwa dan raganya, sehingga ia diberi gelar As-Shiddiq artinya Abubakar yang benar. Termasuk shiddiqin adalah para penemu karya-karya ilmiah yang bermanfaat bagi kemanusiaan, misalnya penemu listrik, telephon, mesin diesel, bibit unggul tanaman, penemu dibidang kedokteran dan farmasi, dll.

Para nabi dan manusia yang mengambil jalan para nabi. Mereka bukan hanya mencintai dan menegakkan kebenaran, tetapi juga mengajar kemanusiaan dengan keteladanan dan pengajaran. Ia memberikan peringatan, kabar gembira, dan petunjuk jalan keselamatan umat manusia yang hidup di dunia ini. Fokus orang yang mengambil jalan para nabi adalah jalan kemanusiaan. Mereka melihat seluruh manusia adalah bagian dari dirinya, karena itu manusia perlu diselamatkan. Mereka tidak bisa melihat manusia lain menderita. Rasulullah Muhammad saw. menolak tawaran penguasa Quraish untuk meninggalkan jalan dakwah, walaupun dijanjikan imbalan kemewahan dunia dan tahta kekuasaan, Musa rela meninggalkan istana Fir’aun untuk membawa keluar bangsa Israel dari Mesir, Nabi Isa dengan ajaran cinta kasihnya mengajak Bani Israil keluar dari kehidupan materialistis dan kekakuan hukum, Siddharta Gautama rela meninggalkan istana untuk mengajak rakyatnya ke jalan keselamatan.

Agar manusia bisa menaiki tangga orang-orang saleh, syuhada, shiddiqin, dan jalan para nabi, maka manusia harus menjadi orang yang bertakwa kepada Allah swt, melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya dengan tulus ikhlas.

Hikmah
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajak siapapun ke jalan yang lurus. Kita tidak boleh menjadi saleh sendirian tanpa mempedulikan orang lain. Kesalehan harus ditularkan, harus didakwahkan, harus di contohkan kepada orang lain sehingga mereka bersedia mengikuti jalan yang lurus. Kasalehan sosial lebih utama daripada kesalehan individual. Menurut sebuah hadits disebutkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar